Minggu, 05 Juni 2011

Khasiat madu

1. Masker Madu: Oleskan madu murni pada wajah Anda dan biarkan selama kira-kira 15 menit, hingga mengering. Setelah kering, basuhlah wajah Anda dengan air hangat.

2. Mandi Untuk Kulit Berkilau: Untuk melembabkan, melembutkan dan membuat kulit berkilau, bawa serta sebotol madu saat Anda mandi. Oleskan ke kulit dan tepuk-tepuk dengan kedua tangan hingga mengering. Sementara menepuk-nempuk kulit, madu akan lengket di kulit Anda. Basuhlah bekas madu yang lengket tersebut setelah Anda selesai. Dan Anda bisa menikmati hasilnya dengan kulit yang nampak cantik nan cerah!!!

3.Mandi Madu: Untuk mendapatkan aroma yang manis dan kulit lembut, tambahkan ¼ hingga ½ cangkir madu di air mandi Anda.

4.Scrub Madu: Campurkan 1 sendok teh madu dengan seikit tepung almond ke telapak tangan Anda. Gosokan perlahan ke wajah sebagai scrub wajah. Lalu basuh wajah Anda dengan air hangat untuk mengangkat madu.

5. Pembersih Wajah Setiap Hari: Campurkan 1 sendok makan madu dengan sedikit susu bubuk di telapak tangan. Oleskan di wajah untuk membersihkan semua kotoran dan make-up, dan lalu basuh hingga bersih dengan air hangat.

6. Rambut Berkilau: Untuk membuat rambut Anda berkilau, campurkan 1 sendok makan madu, perasan satu jeruk nipis, dan sedikit air hangat. Bilas rambut Anda dengan shampo seperti biasa dan lalu tuangkan campuran tadi pada rambut. Keringkan rambut dengan cara biasa.

7. Conditioner Rambut: Untuk menjaga kesehatan rambut dan kulit kepala, campurkan ½ cangkir madu dan satu sendok malan minyak zaitun. Oleskan merata ke rambut dan kulit kepala, lalu ambil penutup rambut dan biarkan selama 30 menit dalam keadaan tertutup. Setelah 30 menit, keramasi dengan shampo dan bilas rambut Anda seperti biasa.

8. Toner Kulit: Untuk mengencangkan, melembutkan dan melembabkan kulit, campurkan 1 buah kulit jeruk ditambah satu sendok makan madu dalam blender hingga halus. Gosokan perlahan campuran madu tadi ke wajah dan biarkan selama 15 menit. Lalu basuh wajah Anda dengan air hangat untuk membersihkan campuran tadi.

Jika Anda mau sedikit repot, dengan tips yang kami berikan di atas Anda dapat menciptakan produk-produk bak spa di rumah. Madu memang produk yang paling luar biasa untuk kecantikan dimana didalamnya terkandung enzyme bermanfaat, vitamin dan mineral. Tapi, sebelum Anda melakukan eksperimen, sebaiknya pastikan produk madu yang Anda beli 100% murni. Dan bagi Anda yang alergi pada madu, sebaiknya jangan mencoba resep ini.

Selasa, 03 Mei 2011

Tuhan Yesus Kristus

Siapakah Tuhan Yesus Kristus ?
by : Leah Hanaja


Dari masa ke masa pertanyaan ini tidak terjawab dengan kepastian di kalangan masyarakat. Tetap ada pro dan kontra bila ada seseorang memberi jawaban. Tetapi alangkah baiknya bilamana kita, umat kristiani tidak usah terlibat dalam pertukaran pendapat itu; oleh sebab kita sendiri dapat memperoleh data-data yang akurat dan kaitmengait dengat erat, sehingga menunjukkan satu gambaran pribadi Tuhan Yesus, Juruselamat, Penebus.

Apakah Tuhan Yesus itu manusia? Atau apakah Ia Tuhan, sebagaimana Ia mengaku? Ia kedua-duanya; Ia manusia sebab dilahirkan dari seorang perempuan, tetapi "anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus." (Matius 1:20b) Kelahiran anak ini malahan sudah dinyatakan nabi Yesaya 700 tahun sebelum Yesus dilahirkan. “Sebab itu Tuhan sendirilah yang akan memberikan kepadamu suatu pertanda: Sesungguhnya, seorang perempuan muda mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan Dia Imanuel.” (Yesaya 7:14) Marilah kita perhatikan silsilah Yesus Kristus di Mat 1:1-16: "Inilah silsilah Yesus Kristus, anak Daud, anak Abraham. Abraham memperanakkan Ishak, Ishak memperanakkan Yakub, Yakub memperanakkan Yehuda dan saudarasaudaranya, ....'


Dari ayat-ayat sampai dengan ayat 15 tertulis: memperanakkan keturunan yang berikutnya. Tetapi pada ayat 16 Yakub memperanakkan Yusuf suami Maria, yang melahirkan Yesus, yang disebut Kristus. Untuk lebih jelas lagi dilanjutkan di Matius 1: 24b,25: “Ia mengambil Maria sebagai istrinya, tetapi tidak bersetubuh dengan dia sampai ia melahirkan anaknya laki-laki dan Yusuf menamakan Dia Yesus.”

Selain nabi Yesaya ada juga seorang nabi lain yaitu Mikha yang tampil sekitar 750 S.M. Ia menyatakan: ay. 1 "Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata , hai yang terkecil diantara kaum-kaum Yehuda, daripadamu akan bangkit bagiKu seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala; ay. 2b perempuan yang akan melahirkan, telah melahirkan." (Mikha 5:1 & 2b)

Selama keberadaanNya dibumi ini Tuhan Yesus secara fisik berwujud sebagai manusia, yang dikenal orang-orang ditempat asalNya Nazaret : “Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudarasaudara- Nya yang perempuan ada bersama kita?" (Markus 6:3a)

Dalam perjalananNya keliling Ia seorang guru yang mengajarkan dengan penuh wibawa perihal kerajaan Allah BapaNya. Sementara itu Ia mengumpulkan murid-murid pria dan wanita yang berdatangan dari segala penjuru. Mereka mengikuti Tuhan Yesus untuk mendengarkan sebelumnya. Lagipula mereka menyaksikan pekerjaan-pekerjaan ajaib, mujizat-mujizat dan bahkan bagaimana Tuhan Yesus mengusir setan dan tentara kegelapan atas perintahNya. Peristiwa-perstiwa menakjubkan yang disaksikan ribuan orang pengikutNya menimbulkan perselisihan pandang yang tajam dikalangan masyarakat walau perbuatan-perbuatan Tuhan Yesus yang supernatural itu tidak dapat dipungkiri. Maka rasul Yohanes dengan maksud mau meniadakan keragu-raguan pada rekan-rekan pengikut Tuhan Yesus tentang pribadiNya menyatakan : "Memang masih banyak tanda lain yang dibuat Yesus di depan mata murid-murid-Nya, yang tidak tercatat dalam kitab ini, tetapi semua yang tercantum di sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah Mesias, Anak Allah, dan supaya kamu oleh imanmu memperoleh hidup dalam nama-Nya. " (Yohanes 20: 30-31)

Bahkan, bukan hanya tanda-tanda itu saja, tetapi Allah Bapa masih juga memberikan kepada Petrus, Yakub, dan Yohanes khusus suatu penglihatan sosok Tuhan Yesus dalam kemuliaan ilahi sebagai anak Allah. Tertulis dalam injil Matius 17:1-5 : Enam hari kemudian Yesus membawa Petrus, Yakobus dan Yohanes saudaranya, dan bersama-sama dengan mereka Ia naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di situ mereka sendiri saja. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka; wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang. Maka nampak kepada mereka Musa dan Elia sedang berbicara dengan Dia.Kata Petrus kepada Yesus: "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: "Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia." Kalau Allah Bapa sendiri telah menyatakan kepada ketiga murid Tuhan Yesus itu baik dengan penglihatan maupun dengan memperdengarkan suaraNya bahwa Tuhan Yesus adalah anakNya, siapakah dapat menyuruh mereka untuk menyangkali Tuhan Yesus itu anak Allah?

Dalam sejarah tercatat: kelahiran Tuhan Yesus itu pada waktu pemerintahan kaisar Romawi Agustus, tetapi penyaliban dan kebangkitan dan kenaikanNya ke surga terjadi pada pemerintahan kaisar Tiberius (14-37M) pengganti Agustus. Inilah data-data Tuhan Yesus Anak Allah sebagai manusia selama keberadaanNya di bumi. Setelah kenaikanNya ke Surga Ia menyatakan kebersamaanNya dengan Bapa kepada Stefanus pada saat Stefanus menjelang vonis hukuman mati atas dirinya. "Tetapi Stefanus yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya : "Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah." (Kisah Para Rasul 7: 55,56)

Oleh penampakanNya itu hati Stefanus diteguhkan dalam menjalani hukuman mati bahkan iapun mampu mohonkan ampun bagi pembunuh-pembunuhnya. Tercatat juga dalam Alkitab bahwa Tuhan Yesus memperlihatkan diriNya kepada rasul Yohanes yang pada waktu itu diasingkan di pulau Patmos. Aku, Yohanes, saudara dan sekutumu dalam kesusahan, dalam Kerajaan dan dalam ketekunan menantikan Yesus, berada di pulau yang bernama Patmos oleh karena firman Allah dan kesaksian yang diberikan oleh Yesus. Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh dan aku mendengar dari belakangku suatu suara yang nyaring, seperti bunyi sangkakala, katanya: "Apa yang engkau lihat, tuliskanlah di dalam sebuah kitab dan kirimkanlah kepada ketujuh jemaat ini: ke Efesus, ke Smirna, ke Pergamus, ke Tiatira, ke Sardis, ke Filadelfia dan ke Laodikia." (Wahyu 1: 9-11)

Lalu aku berpaling untuk melihat suara yang berbicara kepadaku. Dan setelah aku berpaling, tampaklah kepadaku tujuh kaki dian dari emas. Dan di tengah-tengah kaki dian itu ada seorang serupa Anak Manusia, berpakaian jubah yang panjangnya sampai di kaki, dan dadanya berlilitkan ikat pinggang dari emas. Kepala dan rambut-Nya putih bagaikan bulu yang putih metah, dan mata-Nya bagaikan nyala api. Dan kaki-Nya mengkilap bagaikan tembaga membara di dalam perapian; suara-Nya bagaikan desau air bah. Dan di tangan kanan-Nya Ia memegang tujuh bintang dan dari mulut-Nya keluar sebilah pedang tajam bermata dua, dan wajah-Nya bersinar-sinar bagaikan matahari yang terik. (Wahyu 1:12-16)

Itulah wujud Tuhan Yesus yang sesungguhnya. Rupa Tuhan Yesus jauh berbeda dari apa yang Yohanes terbiasa melihatNya ketika Ia ada di bumi; begitu dashyat dan berkilauan sehingga Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata: "Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut. (Wahyu 1:17-18)

Demikianlah identitas Tuhan Yesus, Juruselamat, Penebus kita..

Download Sumber Aslinya dan untuk mengetahui selengkapnya klick DISINI

S B Y

Susilo Bambang Yudhoyono (born 1949) won election as president of the Republic of Indonesia in October of 2004, thus becoming his country's first directly elected president.
An officer in the Indonesian army, but one regarded as a moderate with few links to the military's history of violent excesses, Yudhoyono found himself at the center of some of the world's biggest news stories of the mid-2000s. He faced the challenge of responding to an unprecedented series of natural disasters, including the devastating tsunami of 2004. As Indonesia, the world's most populous predominantly Islamic country, suffered the effects of terrorist attacks by Islamic extremists, it was Yudhoyono who had to bring the perpetrators to justice without alienating the country's Islamic clergy. Educated partly in the United States, Yudhoyono was one of that country's few defenders in the Islamic world in the years after the launch of the Iraq war. And he encountered problems common to leaders of developing countries: reducing institutional corruption, improving infrastructure, and attracting foreign investment. A deliberate man sometimes dubbed "the thinking general," Yudhoyono maintained strong popularity among ordinary Indonesians who used a different nickname: his initials, SBY.Born into Military FamilySusilo Bambang Yudhoyono was born in the small town of Pacitan, in eastern Java (Indonesia's largest and most populous island), on September 9, 1949. He would later speak out in favor of the preservation of the local language, Javanese, in the face of the increasing influence of Indonesian, the national lingua franca. Yudhoyono's father was a retired lieutenant in the Indonesian army, and Yudhoyono, out of high school and newly married, entered the country's national military academy. He and his wife, Ani, raised two sons.Yudhoyono graduated in 1973 at the top of his class. He served several tours of duty in the volatile East Timor region, where a separatist movement battled the Indonesian government for two decades until finally winning independence in 1999. In between deployments, Yudhoyono came to the United States for further study. He earned a master's degree in management from Webster University in St. Louis in 1981 and also completed military training programs at Fort Benning, Georgia (1976 and 1982), and the Command and General Staff College at Fort Leavenworth, Kansas (in 1991). Yudhoyono is a fluent English speaker, and, in an interview quoted by the Al Jazeera television network, he said, "I love the United States, with all its faults. I consider it my second country."As he completed these programs, Yudhoyono was promoted through the ranks of the Indonesian army. By 1995 he had a reputation for integrity and respect for human rights that led to his appointment as chief military observer with the United Nations peacekeeping force in Bosnia, and as head of a contingent of Indonesian soldiers there. Back in Indonesia he became an army territorial commander for a region covering Java and the southern part of the island of Sumatra.Yudhoyono's increasing responsibilities coincided with a period of instability in Indonesia. In the late 1990s the reign of the country's longtime strongman Suharto (many Indonesians use only one name) was coming to an end under popular pressure. Mobs with connections to themilitary attacked the offices of an opposition party in the Indonesian capital of Jakarta in 1996 while Yudhoyono was in command, but he was never charged with involvement in the incident. He also escaped charges connected with war crimes committed in the final stages of the East Timor independence struggle even though his direct supervisor, Wiranto, was indicted by a special Timorese tribunal. From 1997 to 2000, as Indonesia endured fallout from the Asian economic crisis of 1997 and the end of Suharto's reign a year later, Yudhoyono served as chief of the army's social and political affairs staff.Joined Indonesian GovernmentYudhoyono's defenders pointed out that he was never part of the Indonesian military's inner circles of power. Nominally a four-star general, he received that rank only as an honorary title after joining the government of President Abdurrahman Wahid in 2000, at which time he retired from active military service. His first position was that of minister of mines, but he was soon installed as minister of security and political affairs. In 2001 he was fired by Wahid, who was facing impeachment proceedings and wanted Yudhoyono to declare a state of emergency. Yudhoyono refused, laying the foundation for his later national reputation as a figure not beholden to the country's power structure.Yudhoyono was rehired the following year by the country's new president, Megawati Sukarnoputri, and was given the grim task of investigating the terrorist hotel bombings that rocked the resort areas of the island of Bali in 2002 and 2003. Yudhoyono won plaudits for the quick arrest and prosecution of a large group of conspirators, although the identity of the ultimate ringleaders of the plots remained a matter of international debate. He approved a military crackdown on separatist rebels fighting in the Aceh region. In 2004 he resigned his post once again after a disagreement with Sukarnoputri, said to be over access to consultation with her.The disagreement could have been a manufactured one, for Sukarnoputri's popularity was dropping as Indonesia remained mired in economic problems, and leaving her government was a smart political move for Yudhoyono. "Even though SBY was a senior member of a deeply unpopular government, he has come to be seen as a victim of that government rather than part of it," Indonesian political analyst Denny Ja told Rachel Harvey of the British Broadcasting Corporation. With the approach of Indonesia's first direct presidential elections in 2004, Yudhoyono entered the race.Yudhoyono had no prior political experience, but on the stump he displayed what Simon Elegant of Time International called "a Bill Clinton-like ability to communicate with ordinary Indonesians." Facing Sukarnoputri and Wiranto, another retired general, in the election's first round, Yudhoyono presented himself as a strong leader who nevertheless respected human rights and Indonesia's fledgling democratic traditions. Negative campaigning designed to link him with the U.S. Central Intelligence Agency failed to stick. He placed first in the opening round and then, in a runoff held on September 20, 2004, he defeated Sukarnoputri with nearly 61 percent of the vote. In the midst of the campaign he managed to complete a Ph.D. degree in agricultural economics at Bogor Agricultural University, with one of his dissertation defenses coming just two days before the election. Yudhoyono, whose personal library contains some 13,000 books, told reporters that televised political debates had been good practice for defending his doctoral dissertation.Was Visible During Tsunami ResponseBefore he had the chance to implement any of the plans he had discussed during his campaign, Yudhoyono had to deal with the effects of a natural disaster of unprecedented magnitude—the Indian ocean tsunami of December 26, 2004, which killed more than 200,000 people, 100,000 of them in Sumatra alone. He earned high marks from international observers for his performance during the crisis. "The tsunami was Yudhoyono's first big test," Ray Jovanovich of Hong Kong's Credit Agricole Asset Management told Assif Shameen of Business Week . "He has shown leadership, poise, and grace under extreme pressure." Before long, Yudhoyono's ambitious program was back on track. He took steps long demanded by international investors, such as increasing the independence of Indonesia's judiciary and cracking down on corruption in the country's local government structures, making headway even though his Democratic party controlled only 10 percent of the seats in the country's parliament.Yudhoyono's open communication style continued to win him the affection of Indonesians accustomed to top- down decision making. During one appearance he broadcast what he said was his personal cell phone number, inviting listeners to send text messages describing problems they were having with Indonesian bureaucracy. The system set up to receive the messages was soon overwhelmed but still logged over 5,000 of them. Yudhoyono added to Indonesia's prestige by attempting to play a role on the world stage, offering his services as mediator in the Israeli-Palestinian conflict and in the growing showdown between the United States (with other Western countries) and Iran over the latter's nuclear program. His efforts met with little success, but Indonesia's sometimes fractious relationship with the United States improved. Yudhoyono played host to U.S. president George W. Bush in 2006. His diplomatic skills yielded another major accomplishment:In courting favor in the United States, Yudhoyono was treading a fine line, for large majorities in Indonesian opinion polls expressed disapproval of American policies. Yudhoyono also had to make other difficult decisions during his first two years in office. The most politically dangerous was the slashing of an $11 billion government subsidy that kept fuel prices artificially low in Indonesia but amounted, all by itself, to 5 percent of the country's gross domestic product. Previous attempts to cut the subsidy had contributed to the downfall of the Sukarno government and had damaged Sukarnoputri's popularity. The first phases of a 90 percent price rise touched off protests but generally went smoothly after Yudhoyono introduced a compensation scheme for poorer households and promised to invest part of the savings in government health and education programs.Likewise controversial was a proposal to let the giant American oil company ExxonMobil implement a plan to tap major oil reserves believed to lie off the East Javanese coast. In promoting the plan, Yudhoyono sidestepped the state oil monopoly, Pertamina, and risked a backlash of nationalist feeling. Yet the offshore oil platforms held enormous potential; Indonesia, despite its proven oil reserves, had become a net importer of oil by the mid-2000s, and in general the country and its 250 million people, lagging behind those of the other rapidly growing economies of Asia, were viewed as something of a sleeping giant economically. Yudhoyono's programs in general—cutting budget deficits, improving transportation facilities and other infrastructure, and strengthening legal protections—were aimed at stabilizing the country and attracting international investment. He succeeded in cutting the average time for approval of new business enterprises from 150 to 60 days, telling Newsweek International that he would "do my best to bring it down to one month." Difficult reforms were carried out early in his term so that by 2009, when Yudhoyono would likely face election again, growth would accelerate.Perhaps the most difficult issue of all early in Yudhoyono's term was that of radical Islamic terrorism. The island of Bali was hit with another wave of suicide bombings, killing 22 people, on October 1, 2005, and Yudhoyono, visiting the site, grimly told Joe Cochrane of Newsweek International that "It is obvious that we need to take more effective action to anticipate suicide bombings. His government, however, was slow to officially acknowledge the existence of the Jemaah Islamiah organization, a southeast Asian Islamic group with ties to the international terrorist network al-Qaida, that was thought to have orchestrated both Bali attacks. The effects of a 2006 earthquake that killed 6,200 people on Java were, like those of the 2004 tsunami, swiftly addressed by Yudhoyono's government, but he seemed to be in a race against time to bring material benefits to his disaster-weary people.

Read more ...